• Profil
  • Struktur Organisasi
  • Bidang
  • Pengurus Periode 2020-2023
  • Hubungi Kami
Sunday, January 17, 2021
No Result
View All Result
  • MNPK
  • MPK
  • Opini
  • Galeri
  • Oase MNPK
MNPK
No Result
View All Result
Home Opini

Rekonfirmasi Pendidikan Katolik

28/05/2019
0

Antonius Kadir

175
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: ANTONIUS KADIR

Berbagai istilah muncul untuk menandai perubahan di muka bumi. Terlalu banyak istilah sering membuat cemas penanggung jawab pendidikan untuk merumuskan formula paling tepat demi mempersiapkan generasi mendatang yang lebih sukses berinteraksi dengan alam dan kehidupan sosial.

Ritzer (2011) yang spesifik dengan istilah “globalisasi” menyoroti terjadinya proses transplanetary dari solid menjadi liquid, berat menjadi ringan, perubahan struktur menghambat menjadi memperlancar. Dengan kata transplanetary, Ritzer menekankan terjadinya hubungan lintas negara, kawasan, dan benua di atas planet bumi.

Schwab (2016) mencetuskan istilah “revolusi industri keempat” dengan menelusuri sejarah penemuan industri mesin uap sebagai revolusi pertama, listrik sebagai revolusi kedua, komputer sebagai revolusi ketiga, dan otomasi semua aspek sebagai revolusi keempat. 

Christensen (1997) menggunakan istilah “disruptif” untuk menunjukkan kemajuan teknologi yang dapat menghentikan industri dengan teknologi lama. Christensen mencontohkan hard-disk-drive, perubahan teknologi baru sanggup menghentikan industri lama yang kalah harga, kapasitas, dan kecepatan. Masih dalam istilah yang sama, Christensen dkk (2011) menawarkan “kelas disruptif”, cara mengajar berbeda yang sesuai kebutuhan siswa.

Menghadapi banyaknya pendapat, sekolah-sekolah Katolik selayaknya merekonfirmasi filosofi pendidikan Katolik. Dalam Kitab Hukum Kanonik (Kan. 795), pendidikan dimaknai sebagai pembentukan holistik manusia yang mengembangkan potensi fisik, moral, dan intelektual secara harmonis agar dengan rasa tanggung jawab dapat menggunakan kebebasan dan berperan aktif dalam kehidupan sosial demi meraih tujuan akhir dan kesejahteraan umum. Makna tersebut menunjukkan pentingnya pendidikan Katolik memperhatikan keholistikan pengembangan pribadi kaum muda, dan tidak terpaku pada substansi pembelajaran dalam kurikulum. 

Relevan dengan itu setidaknya ada empat aspek yang perlu perhatian serius: kepribadian, proses berpikir, perspektif terhadap perkembangan global serta penguasaan media dan teknologi informasi.

Aspek pertama adalah kepribadian. Keunggulan historis sekolah Katolik adalah disiplin. Perlu disadari, disiplin bukan sekedar punctual (tepat waktu), melainkan keseluruhan kepribadian untuk mengenal dan mengendalikan diri serta efektif berinteraksi dengan orang lain. Basis disiplin adalah moral dengan pijakan nilai-nilai dan norma. Wujud disiplin adalah perilaku. Contoh: orang dengan gagasan cemerlang belum tentu berhasil, jika tidak disertai keberanian dan rendah hati untuk memulai (inisiatif) dan swaarah (self-direction) mengawal pekerjaannya sampai tujuan tercapai.

Aspek kedua adalah proses berpikir. Kecakapan berpikir yang perlu perhatian adalah berpikir kritis, kreatif, dan fungsi eksekutif. Ada pendapat yang menghubungkan berpikir kritis dengan kemampuan otak-kiri dan berpikir kreatif dengan kemampuan otak-kanan. Peneliti neurosains terkini membuktikan manusia tidak spesifik berpotensi pada otak kiri atau kanan, namun keseimbangan kedua belahan otak itu saling melengkapi untuk menghasilkan pikiran kritis dan kreatif (Gazzaniga et al., 2016).

Berpikir kritis dibutuhkan selain untuk menyelesaikan masalah kompleks, juga untuk masalah sehari-hari seperti ketika mengamati sesuatu, menyimak pembicaraan orang lain, menyanggah pendapat, mengajukan pertanyaan, menemukan solusi dan mengambil keputusan. Berpikir kritis sebetulnya adalah kecakapan mengevaluasi secara benar argumen orang lain dan menyusun argumen sendiri (Rainbolt & Dwyer, 2012). Argumen adalah upaya menyediakan dasar berpikir bahwa suatu kepercayaan itu benar.

Berpikir kreatif adalah kemampuan mencetuskan gagasan yang baru, orisinal, dan bermakna pada saat bekerja, belajar, bahkan bersantai. Penelitian tentang cara mencetuskan gagasan kreatif, misalnya Guilford tentang pikiran konvergen dan divergen. Berpikir konvergen adalah menemukan solusi dari sejumlah pilihan. Berpikir konvergen memerlukan input masalah sebagai pemicu. Sementara pemicu berpikir divergen bersumber dari internal individu.

Untuk mendukung pengembangan kreativitas, guru setidaknya perlu: (1) menyediakan kesempatan siswa untuk berpikir kreatif, misalnya ulangan dengan pertanyaan terbuka; (2) menilai dan menghargai usaha siswa; (3) memberi teladan berperilaku kreatif (Runco, 2007). 

Guru juga perlu menumbuhkan sikap yang mendukung sebagai berikut (Piirto, 2011): 

  • Disiplin-diri atau kemampuan mengontrol dan memotivasi diri (sabar, tekun, ulet). Contoh: mengontrol perasaan tidak putus asa sampai berhasil.
  • Keterbukaan pada pengalaman. Contoh: menaruh perhatian pada hal kecil, mencermati perbedaan secara rinci, melihat hal lama sebagai hal baru, melihat dari sudut pandang lain, mencermati objek dengan mikroskop.
  • Keberanian mengambil risiko, mencoba sesuatu yang baru, mengubah bentuk atau cara, tidak takut gagal atau dikritik, berani mencoba kembali jika gagal. Contoh: guru menciptakan iklim kelas yang mendorong kebebasan intelektual, guru memberikan tugas individual yang harus dikerjakan dan dipresentasikan siswa sendiri.
  • Toleransi terhadap perbedaan pendapat, tidak terburu-buru fokus pada satu solusi. Contoh: menumbuhkan iklim yang menghargai perbedaan pendapat, kebiasaan berdebat dengan argumen dari berbagai sudut pandang.
  • Saling percaya dalam kelompok, saling ketergantungan, masing-masing anggota mempunyai peran, dan tidak mementingkan diri sendiri. Tidak ada anggota yang sangat dominan, semua bekerja dengan saling percaya. Contoh: guru membiasakan memberi komentar positif, biasa memberikan umpan balik.

Kreativitas sering dikaitkan dengan inovasi. Kreativitas menghasilkan gagasan, sementara inovasi adalah realisasi gagasan kreatif untuk membuat kontribusi nyata dan bermanfaat pada bidang tertentu. Gagasan tersebut bisa baru, bisa pula hasil adopsi tergantung dari kebutuhan (Mayfield, 2011). Contoh dalam teknologi: kreativitas berwujud desain pesawat terbang, sementara produksi pesawat terbang adalah inovasi.

Proses berpikir yang juga perlu pengembangan adalah fungsi eksekutif. Peneliti neuropsikologi memandang frontal lobe (cerebral cortex bagian depan) sebagai manajer otak yang bertugas merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan bagian lain otak manusia. Karena bertindak sebagai manajer, maka tugas frontal lobe disebut fungsi eksekutif. Penelitian menemukan anak-anak yang sukses belajar pada jenjang lebih rendah, mengalami kesulitan ketika naik ke jenjang lebih tinggi karena menghadapi masalah makin kompleks (Meltzer, 2010). Terjadinya kesulitan itu karena hambatan pada fungsi eksekutif.

Aspek ketiga adalah perspektif terhadap perkembangan global. Perspektif terbentuk jika didukung penguasaan pengetahuan yang memadai. Perspektif yang dibutuhkan berkaitan dengan bidang ekonomi, kemasyarakatan, kesehatan, dan lingkungan. Pengetahuan dan perspektif global tidak memerlukan tambahan materi pembelajaran, melainkan diintegrasikan dalam pelajaran yang relevan. Misalnya dalam pelajaran bahasa, bacaan diambil dari artikel tentang masalah ekonomi, sosial, kesehatan atau lingkungan.

Aspek keempat adalah penguasaan media dan teknologi informasi. Penguasaan ini perlu menyentuh esensi informasi, media dan teknologi sehingga dapat menggunakannya dengan bijak untuk tujuan positif dan sesuai kebutuhan. Pemilihan media dan teknologi perlu mempertimbangkan azas kemanfaatan dan efisiensi. Teknologi terbaru sering ditawarkan dengan harga mahal. Kapan saat tepat untuk menggunakan teknologi itu perlu keputusan bijak.***

Penulis adalah Kepala Kantor Yayasan Pendidikan Kalimantan, yang mengelola sejumlah sekolah, termasuk SMP-SMA Santo Petrus dan SMK Santa Maria. 

Tags: pendidikan Katolik
Previous Post

Manusia Pembelajar

Next Post

Mewujudkan Peradaban Kasih Persaudaraan di Era 4.0: Hasil Seminar dan Lokakarya MNPK, Parapat 22-25 Mei 2019

Related Posts

Manusia Pembelajar

21/05/2019

Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia

25/03/2019

Pembangunan Manusia: Perbaiki Mutu Guru

05/03/2019

Politik Kebohongan dan Tantangan Dunia Pendidikan

11/01/2019

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Bidang
  • Pengurus Periode 2020-2023
  • Hubungi Kami
Telepon: + 6221-31922082

© 2019 MNPK - Alamat: Gedung KWI Lt. 2, Jl. Cikini 2 No. 10, RT 12/RW 05, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat

No Result
View All Result
  • MNPK
  • MPK
  • Opini
  • Galeri
  • Oase MNPK

© 2019 MNPK - Alamat: Gedung KWI Lt. 2, Jl. Cikini 2 No. 10, RT 12/RW 05, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat