Pada 25-26 Januari 2019, MNPK menggelar rapat kerja untuk evaluasi program selama 2018 dan pembahasan program selama tahun 2019.
Rapat kerja ini yang digelar di Megamendung, Jawa Barat dihadiri semua anggota presidium serta pengurus harian.
Evaluasi
Romo Vinsensius Darmin Mbula OFM, Ketua Presidium MNPK dalam pemaparannya saat membuka rapat kerja ini menegaskan sejumlah hal.
Untuk program selama 2018, menurut dia, hampir semuanya terlaksana, sesuai spirit dasar ‘mewujudkan peradaban kasih di Lembaga Pendidikan Katolik.”
Ia juga menekankan sejumlah soal yang masih menjadi perhatian MNPK saat ini, termasuk terkait penarikan guru PNS dari sekolah, dampak dan peluang akreditasi sekolah, pajak bumi bangunan yang dianggap jadi beban bagi sekolah-sekolah terutama yang berada di lokasi strategis.
Hal yang dianggap penting untuk disikapi adalah terkait kurikulum, terutama tentang mata pelajaran ICT yang kembali menjadi mata pelajaran wajib, serta pengelolaan keuangan masing-masing LPK supaya tidak terjadi kebocoran-kebocran dalam yayasan.
Pater Darmin juga membagikan pengalaman adanya tekanan-tekanan terhadap integritas sekolah. Contoh kasusnya adalah anak seorang pejabat yang orangtuanya minta agar nilai rapor anak itu di-upgrade demi memenuhi tuntutan untuk bisa masuk di sekolah lain. Dalam kasus itu, kata dia, LPK tetap pada sikap untuk tidak mau berbuat curang.
Selain itu, urusan pendidikan yang melibatkan sekitar lima kementrian berekses terhadap pendidikan, termasuk LPK.
Isu lain yang juga hangat adalah penarikan PNS, yang merupakan dalah kebijakan pemerintah daerah, buka semata-mata kebijakan Kemendikbud. Karena itu, tidak bisa dilakukan pendekatan ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan saja, melainkan juga ke pemerintah lokal.
“Bagi internal LPK, kepindahan guru PNS mengakibatkan stabilitas sekolah terganggu, mencari guru baru kesulitan,” katanya.
Kebijakan SMA dan SMK di bawah Provinsi, SD dan SMP di bawah Pemerintah Kota dan Kabupaten membuat beberapa daerah tidak optimal.
Pater Darmin juga menyinggung kualiatas sekolah-sekolah swasta yang berada di bawah sekolah negeri.
“Kita akui karena ada beberapa faktor penunjang yang dimiliki oleh sekolah negeri yaitu biaya pelatihan-pelatihan guru-guru yang lebih besar dan mudah, fasilitas sekolah yang lengkap dan pelatihan-pelatihan kepala sekolah,”
Sementara itu, Romo Edi Menori, Anggota Presidium yang juga Ketua MPK Ruteng mengatakan, terkait perpindahan guru PNS, pada prinsipnya itu adalah hak guru.
Menghadapi hal ini, kata dia, LPK perlu mengedapankan visi kemandirian, termasuk dalam hal finansial, dan tidak tergantung dengan PNS.
Ia juga membagikan pengalaman kebijakan di Yayasan Sukma Ruteng terkait PNS di mana bagi guru yang sudah mendapat SK sebagai guru tetap, ketika akan mengikuti seleksi PNS wajib mengundurkan diri.
“Jika tidak lolos PNS, a maka masih diberi kesempatan ikut seleksi masuk yayasan kembali, tetapi mulai dari nol. Semua diatur dalam kesepakatan awal ketika malamar sebagai guru di yayasan. Jika melakukan tes diam-diam dan ketahuan oleh yayasan, maka akan diberhentikan secara tidak hormat,” jelasnya.
Ia mengatakan, mereka juga sedang mengupayakan adanya MoU dengan pemerintah lokal untuk menyikapi penarikan PNS dari sekolah swasta.
Romo Edi menambahkan bahwa di daerah pemahaman tentang regulasi-regulasi pemerintah masih terbtas. Ia mengatakan, mereka juga sedang mengupayakan adanya MoU dengan pemerintah lokal untuk menyikapi penarikan PNS dari sekolah swasta.
Sementara Frater Monfoort Mere BHK mengingatkan pentingnya mendirikan Lembaga berbadan hokum di bawah MNPK.
Ia juga menyatakan bahwa semua guru dan tenaga kependidikan mengikuti ketentuan undang-undang ketenagakerjaan, bukan undang-undang guru.
“UMR juga berlaku bagi guru karena dibawah Kemenaker,” katanya.
Ia juga menyatakan, kurangnya pembinaan bagi para tenaga pendidik harus menjadi keprihatinan kita bersama.
Ia membagi pengalaman di Keuskupan Agung Ende, di mana ia telah memberikan materi dasar-dasar manajemen sekolah dengan berbagai pokok program, sehingga yayasan-yayasan memiliki rencana program yang jelas dan berkesinambungan.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa Pendidikan Agama di beberapa sekolah masih mendapat pengalaman yang belum terselesaikan, berkaitan dengan e-rapor.
Ada sejumlah poin sebagai kesimpulan dari beberapa soal tersebut.
Pertama, mendorong kemandirian LPK, dengan merebut hati seluruh insan pendidik dan tenaga kependidikan di LPK, menjadikan peradaban kasih sebagai roh dari LPK dan memperhatikan mnajemen keuangan dengan memanfaatkan buku pedoman yang sudah diterbitkan. Kemandirian LPK juga harus dibangun melalui manajemen hati, sense of belonging melalui refleksi.
Kedua, terkait relasi LPK dengan pemerintah, perlu ditingkatkan.
Ketiga, yayasan-yayasan perlu segera mendalami dan menyusun buku pokok-pokok peratutan kepegawaian serta AD/ART.
Keempat, pembentukan lembaga bebadan hokum akan didalami lagi.
Kelima, goal dari program MNPK 3 tahun ini yaitu peradaban kasih masih relevan dengan kondisi politik dan situasi dalam negeri.
Keenam, MNPK proaktif mendekati MPK-MPK yang kurang aktif karena berbagai alasan. MNPK juga berharap setiap MPK bersedi memahami konteks dan belajar dari MPK lain. Prinsip solidaritas menjadi sangat penting.
Program
MNPK merumuskan sejumlah program yang akan dilaksanakan selama 2019, dengan fokus pada tema-tema yang sedang hangat dan berkembang di dunia pendidikan, termasuk pencerahan tentang Industri 4.0, computational thinking dan sebagainnya.
Berikut adalah sejumlah program kegiatan yang sudah dirancang.