• Profil
  • Struktur Organisasi
  • Bidang
  • Pengurus Periode 2020-2023
  • Hubungi Kami
Thursday, January 21, 2021
No Result
View All Result
  • MNPK
  • MPK
  • Opini
  • Galeri
  • Oase MNPK
MNPK
No Result
View All Result
Home MNPK

Wawancara Doni Koesoema di Kompas TV Perihal Lima Hari Sekolah

16/06/2017
0
0
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Berikut adalah wawancara pemerhati pendidikan, Doni Koesoema A dalam program  “Sapa Indonesia Pagi” di Kompas TV, Jumat, 16 Juni 2017.

1. Apa pendapat Anda tentang Penguatan Pendidikan Karakter melalui kebijakan Lima Hari Sekolah?

a. Kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter merupakan salah satu amanat Nawacita Presiden Jokowidodo dalam rangka melakukan revolusi mental dalam lembaga pendidikan. Kebijakan ini disebut Penguatan karena sesungguhnya usaha-usaha pembentukan karakter anak-anak bangsa sudah berlangsung lama bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Jadi PPK bukan hal yang baru. PPK merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi oleh hati (etika/spiritual), olah rasa (estetika), oleh pikir (literasi) dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerjasama antara sekolah, keluarga dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental.

b. Sebagai sebuah gerakan pendidikan di sekolah, kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter tidak perlu dipertentangkan dengan kebijakan tentang Hari Sekolah. Jumlah hari sekolah, apakah 5 hari atau 6 hari seminggu, tidak relevan dipertentangkan, karena karena jumlah hari, atau lama siswa belajar di sekolah hanyalah sarana dalam proses pendidikan. Saya sepakat dengan pendapat KH. Said Agil Siraj (Ketua umum PBNU), yang menyatakan bahwa antara “pembentukan karakter dan penambahan waktu atau jam sekolah merupakan dua hal yang berbeda”.

c. Yang meningkatkan kualitas pendidikan dan kekuatan karakter peserta didik bukan 5 atau 6 harinya, bukan panjang atau pendeknya peserta didik di sekolah, melainkan apakah dalam setiap momen pendidikan, mulai peserta didik memasuki pintu gerbang sekolah, berada di kelas dan di luar kelas, melakukan berbagai macam aktivitas di sekolah dan di masyarakat, sampai peserta didik pulang ke rumah, memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas yang membantu pembentukan karakter mereka. Maka, kalau bangsa dan masyarakat ini justru hanya terfokus pada persoalan 5 hari atau 6 hari, bahkan sampai melahirkan perpecahan antar kelompok yang akhirnya justru melupakan esensi utamanya bahwa pendidikan kita masih lemah dalam membentuk karakter peserta didik, perhatian dan energi kita akan hilang sia-sia. Segala polemik dan perdebatan tidak akan menguntungkan siapapun, selain merugikan pendidikan nasional kita.

2. Apa perbedaan kebijakan Lima Hari sekolah dengan pendidikan karakter sebelumnya?

a. Yang terutama membedakan adalah dari sisi pemanfaatan waktu , yaitu tersedianya waktu yang lebih banyak antara orang tua dan anak dalam pembentukan karakter. Kebijakan PPK menghidupkan kembali konsep Tri Pusat Pendidikan didikan Ki Hadjar Dewantara, yaitu sekolah, rumah dan masyarakat. Maka, kalau kita berpikir bahwa siswa ditahan lebih lama di sekolah melalui Permendikbud tentang Hari Sekolah, kita juga bisa melihat sisi lainnya, yaitu tersedianya ruang terbuka dan waktu perjumpaan dengan orang tua, keluarga dan teman-teman lain di luar sekolah.

b. Hal yang sama berlaku bagi para guru. Para guru adalah umumnya juga orangtua, yang perlu memiliki waktu untuk mendidik anak-anak mereka sendiri. Kadang karena seringkali memiliki komitmen pendidikan yang kuat mendidik anak orang lain, guru tidak mampu mendidik anaknya sendiri. Maka adalah hal yang manusiawi bila para guru boleh bekerja sebagai pendidik selama 5 hari, dan hari Sabtu Minggu adalah saat mereka beristirahat dan memberikan waktu mereka bagi keluarga.

c. Ketiga, libur Sabtu Minggu, bukan merupakan hal yang terlepas dari proses pendidikan. Apa porsi orang tua? Selama waktu libur tersebut, selain bisa berjumpa dengan anak-anak mereka secara lebih intensif, orang tua memiliki kesempatan untuk bersama anak mereka melakukan hal-hal edukatif yang menyenangkan melalui kegiatan rekreatif, apakah itu mengunjungi museum, menyaksikan keindahan alam, atau memasak bersama, dan banyak kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan. Intinya melakukan kegiatan-kegiatan yang mendidik dan menyenangkan. Dari sisi ekonomi, pariwisata kita akan bertumbuh. Siapa yang akan datang di museum kita kalau masyarakat pada sibuk bekerja sampai Sabtu? Turisme kita akan berkembang, dan ekonomi akan bergulir dengan sendirinya. Ini semua sulit terpenuhi dengan sekolah 6 hari.

3. Bagaimana bentuk penerapan Lima Hari sekolah itu nantinya?

a. Permendikbud No 23/2017 mengatur bahwa Hari Sekolah adalah 5 hari. Dampak dari 5 hari adalah penambahan alokasi waktu belajar peserta didik karena jam kegiatan kegiatan belajar pada hari Sabtu ditambahkan secara proporsional pada hari Senin sampai Jumat.

b. Dari hitungan saya tentang beban belajar siswa , perubahan alokasi waktu ini tidak banyak perbedaan, apakah 5 hari atau 6 hari. Sesuai ketentuan Permendikbud No 67/2013, misalnya, bila dalam kebijakan sekolah 6 hari, peserta didik kelas 4 SD berada di sekolah selama 3,5 jam. Dalam struktur 5 hari terdapat penambahan waktu hanya 35 menit, sehingga mereka memenuhi beban kurikulum sebanyak 4 jam. Artinya, bila sekolah dimulai jam 7 pagi, anak-anak SD kelas 4 maksimal pulang ke rumah jam 11. Bila ditambah dengan kegiatan ekstrakurikuler sekitar 2 jam, maka peserta didik akan pulang pukul 13.00. Ekstrakurikuler olah raga biasanya memakan waktu 2 jam. Sedangkan kegiatan seni dan budaya umumnya 1,5 jam.

c. Simulasi untuk anak SMA, dalam struktur 5 Hari Sekolah, menurut Permendikbud No 69/2014, bila pelajaran dimulai jam 7 pagi, peserta didik akan menyelesaikan beban kurikulum sampai pukul 12.25. Bila ditambah dengan kegiatan ko dan ekstra kurikuler, mereka pulang jam 15.05 menit. Di sekolah yang 6 hari, anak-anak juga sudah pulang sekitar jam 15.00 bila kegiatan ekstrakurikuler dilakukan lebih cepat. Jadi, siswa SMA lebih lama berada di sekolah itu sudah sejak K13 diberlakukan. Di Jakarta, sekolah yang memberlakukan kebijakan Hari Sekolah, umumnya selesai jam 15.30, sudah termasuk melakukan kegiatan ekstrakurikuler.

d. Permendikbud No 23 mengatur bahwa prinsip utamanya adalah peserta didik melaksanakan beban pembelajaran standar dalam kurikulum, apakah sekolah sudah mampu melaksanakan kebijakan sekolah 5 hari atau belum. Implikasinya adalah untuk peserta didik Sekolah Dasar, mereka tidak perlu 8 jam (@60 menit) berada di sekolah sampai jam 15.00 karena jam 13.00 mereka sudah menyelesaikan seluruh kegiatan pembelajaran, termasuk kegiatan ekstrakurikuler. Perlu dibedakan jam pelajaran siswa dengan jam ASN. Untuk SD 35 menit, SMP 40 menit, dan SMA 45 menit. Sedangkan bagi ASN, 1 jam hitungan kerja adalah perjam 60 menit. 1 Jam 60 menit inilah yang bisa dikonversi untuk membantu pemenuhan jam tatap muka minimal 24 jam.

4. Apakah benar kebijakan ini dapat merugikan penyelenggaraan pendidikan agama di madrasah dan sejenisnya?

a. Madrasah Diniyah, sejauh saya tahu, memulai pembelajaran sekitar pukul 14.30, jadi tidak akan ada masalah dengan orang tua yang akan memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah Diniyah, karena jam 13.00 anak-anak sudah pulang.

b. Justru, dalam kebijakan PPK, hubungan antara Madin dengan Sekolah diikat menjadi lebih dekat, karena Madin merupakan ekspresi dari kearifan lokal melalui pendidikan karakter berbasis masyarakat. PPK justru ingin menghidupkan berbagai macam potensi sumber pembelajaran yang ada di masyarakat sebagai bagian dari proses pembentukan karakter peserta didik. Di masa sekarang ini, sekolah tidak bisa merasa sendiri sebagai satu-satunya pemilik otoritas yang merasa memiliki hak mendidik anak-anak. Ada orang tua dan masyarakat. peranan mereka sangat sentral.

c. Jadi, kekhawatiran bahwa Madin akan tutup dan bangkrut menurut saya kurang beralasan, karena faktanya setelah memenuhi beban belajarnya, peserta didik masih memiliki waktu untuk mengikuti kegiatan kerohanian di Madin.

5. Dengan adanya pro dan kontra di masyarakat terhadap kebijakan Lima Hari sekolah, apa saran Anda?

a) Pro-kontra terjadi karena kurang komunikasi . Kementerian perlu belajar dari pengalaman bahwa pelibatan publik yang lebih luas melalui dialog, komunikasi dan diskusi dibutuhkan, terutama ketika mendesain kebijakan yang terkait dengan kepentingan banyak pihak seperti PPK. Selain itu, perkembangan dan kemajuan kebijakan PPK perlu selalu dikomunikasikan kepada publik sehingga menghindari salah pengertian yang tidak perlu.

b) Permendikbud No. 23/2017 dalam beberapa pasal, misalnya pasal 9 terkesan memaksakan pengelola pendidikan untuk mengarah pada praksis belajar 5 hari yang akan diterapkan secara bertahap. Sementara pasal lain tegas mengatakan bahwa kebijakan Hari Sekolah diterapkan pada tahun ajaran 2017/2018. Sedangkan pada pasal lain (10), Permendikbud 23 membuka kemungkinan sekolah-sekolah untuk tetap melaksanakan apa yang selama ini sudah ada sejauh tetap sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum sampai sekolah dan daerah siap. Lebih lagi, Permendikbud tidak menentukan kapan batas waktunya tentang apa yang disebut siap. Maka menurut saya, pasal 10 ini dapat ditafsirkan bahwa daerah memiliki fleksibilitas untuk tidak melaksanakan ketentuan Hari Sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan setempat. Sampai kapan? Permendikbud tidak mengatur. Kalau mereka mau selamanya 6 hari karena belum siap, mereka tidak melanggar Permendikbud 23 ini. Jadi, segala keunikan dan kekhasan daerah sesungguhnya diberi wadah melalui pasal 10 ini. Sejauh belum siap, daerah tidak perlu melaksanakan. Maka saran saya untuk Kemdikbud, lain kali bila membuat regulasi, pernyataan pasal-pasal harus tegas, tidak ambigu sebab akan membingungkan masyarakat. Selain itu, Permendikbud No 23/2017 perlu memberi pilihan bagi daerah untuk menentukan kebijakan Hari Sekolah sesuai dengan kebutuhan, karena jumlah hari sekolah sesungguhnya bukan merupakan hal utama dalam Kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter. Kebebasan memilih dan mengambil keputusan diperlukan agar partisipasi masyarakat, yang menjadi salah satu prinsip PPK, dapat terlaksana. Harus ada ruang untuk pilihan ini, bukan memaksa secara bertahap sampai siap.

c) Masyarakat juga perlu belajar memahami Permendikbud dengan baik sebelum memberikan masukan dan kritiknya. Setelah saya cermati, meskipun ada pasal-pasal bermasalah, ternyata toh ada kemungkinan-kemungkinan untuk berbeda dalam pelaksanaannya. Ini saya maknai bahwa Pemerintah sadar betul bahwa kondisi geografis dan budaya setiap lembaga pendidikan kita ini berbeda, sehingga terbuka ruang-ruang untuk melakukan hal-hal yang khusus.

d) Terakhir, mari kita hentikan polemik jumlah hari , karena pokok persoalannya bukan pada 5 atau 6 atau pendapat siapa yang paling benar. Fokus kita semua adalah Penguatan Pendidikan Karakter yang akan memperkokoh kesatuan kita sebagai sebuah bangsa. Perpecahan, pertikaian, dan kesalahpahaman tidak akan menguntungkan masyarakat dan bangsa ini selain memberikan keuntungan bagi mereka yang tidak cinta NKRI.

Previous Post

Tahun 2018, Ujian Nasional Akan Dibuat Jadi Pertanyaan Esai

Next Post

Jokowi Batalkan Program Sekolah 8 Jam Sehari

Related Posts

MNPK Terbitkan Protokol Tatanan Normal Baru Bagi Sekolah Katolik

09/06/2020

KWI Beri Masukan Kepada DPR RI Perihal Pembelajaran Jarak Jauh di Tengah Pandemi Covid-19

08/04/2020

Sikap MNPK Terkait Pandemi COVID-19

24/03/2020

Romo Darmin Mbula, OFM Kembali Terpilih Sebagai Ketua Presidium MNPK

28/02/2020

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Bidang
  • Pengurus Periode 2020-2023
  • Hubungi Kami
Telepon: + 6221-31922082

© 2019 MNPK - Alamat: Gedung KWI Lt. 2, Jl. Cikini 2 No. 10, RT 12/RW 05, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat

No Result
View All Result
  • MNPK
  • MPK
  • Opini
  • Galeri
  • Oase MNPK

© 2019 MNPK - Alamat: Gedung KWI Lt. 2, Jl. Cikini 2 No. 10, RT 12/RW 05, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat