Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) sedang menyoroti “keteladanan kepemimpinan kepala sekolah di sekolah-sekolah Katolik”. Disadari, bila ingin memulai perubahan di sekolah, maka kepemimpinan kepala sekolah mesti lebih efektif. Kepala sekolahlah yang dapat menggerakkan perubahan di sekolah.
Sesungguhnya, setiap individu memiliki potensi berkembang, berpotensi melakukan inovasi. Kepala sekolah adalah kunci yang dapat memicu perubahan dan inovasi tersebut. Kepala sekolah yang memimpin secara efektif menunjukkan kemampuan mengelola, berdedikasi, mempunyai kesungguhan bekerja, menjadi contoh, berdisiplin, serta mempunyai integritas diri, sehingga dimampukan menjadi motor pengerak. Bila para guru dapat didorong meningkatkan kualitas, maka kualitas pendidikan di sekolah akan mengalami perubahan. Kualitas pencapaian belajar siswa ditentukan kualitas guru. Kualitas kinerja guru tergantung kepada motivasi, dorongan, ajakan, kepemimpinan, dan manajemen yang digerakkan kepala sekolah.
Saat ini, setiap sekolah swasta berlomba menawarkan program-program unggulan yang khas, yang tidak dimiliki sekolah-sekolah gratis. Misal menawarkan program “mendidik anak berkarakter dan berprestasi”. Artinya, di sekolah itu, selain para siswa berprestasi, juga mengembangkan karakter yang penting, seperti disiplin, melayani, menghargai orang lain, memiliki integritas, dan menjadi pembelajar yang ingin belajar terus-menerus. Tentu saja dalam proses pembentukan karakter tersebut, para guru memiliki peranan sangat besar, karena para guru adalah role model yang bisa diobservasi para peserta didik. Dalam diri para guru, mereka melihat dan mengalami sendiri karakter disiplin, melayani, menghargai, loyalitas, dan integritas.
Karakter hanya dapat ditransfer kepada anak didik melalui pengalaman langsung, bukan melalui kata-kata. Tentu saja kualitas karakter guru menentukan kualitas karakter yang akan dikembangkan anak-anak. Di sinilah letak peranan kepemimpinan kepala sekolah yang mesti mampu terus-menerus menggerakkan, mendorong, memotivasi setiap guru agar bisa menjadi teladan karakter bagi para siswa. Bila hal itu terjadi, maka inovasi dan pembaruan di sekolah tersebut perlahan tapi pasti akan terjadi.
Pada era generasi gadget/i> ini, sudah kita rasakan ada kebutuhan masyarakat atas pendidikan karakter. Banyak orangtua sudah menyerah dalam membentuk karakter anak-anaknya. Fungsi pendidikan karakter dalam keluarga mengalami tantangan besar, karena kedua orangtua sibuk bekerja. Akibatnya, anak-anak tak banyak waktu bersama dengan orangtuanya, sehingga proses transfer karakter orangtua ke anak tidak terjadi secara alamiah.
Sebaliknya, anak-anak banyak mengobservasi perilaku tokoh-tokoh idola, bintang pujaan, bahkan tokoh sepakbola yang secara diam-diam menjadi orientasi hidup mereka. Maka tak heran jika ditanya kepada anak remaja, ingin menjadi apa, jawabannya ingin menjadi pemain musik, artis, pemain sepak bola, atau petinju. Ternyata itulah tokoh-tokoh idola yang akrab dalam kehidupan mereka.
Dari kenyataan itu, berarti para guru di sekolah, bila ingin membentuk karakter anak-didik, harus menjadikan diri menjadi idola karena kehangatan pribadi, sikap menghormati yang mereka tunjukkan kepada anak didik, selalu bersedia membantu anak didik yang membutuhkan. Bisa jadi dalam proses, guru lupa atau bosan melakukan hal itu, dan kembali ke pola-pola pengajaran yang lama. Di sinilah, peran kepemimpinan kepala sekolah amat penting. Ia harus terus mendorong, memotivasi, dan mengajak agar guru-guru berusaha menjadi model kehidupan berkarakter di sekolah. Tentu saja, kepala sekolah pun perlu menjadi teladan. Dari kepemimpinan yang memberi teladan ini, dan bila hal ini diterapkan dengan konsisten, kita bisa melihat perubahan di sekolah-sekolah Katolik.
Fidelis Waruwu
Sumber: Majalah HIDUP Edisi No. 44 Tanggal 1 November 2015